Friday, August 29, 2014

Teather off

Awalnya memang sulit untuk menerima sesuatu yang bertolak belakang dengan pikiranmu. Kamu tahu bahwa mereka melakukan ini demi kebaikanmu, tidak ingin kamu celaka sebelum semua terjadi pada dirimu. Hanya ingin kamu hidup sebahagia mungkin, terhindar dari hal-hal buruk dengan berbagai macam pencegahan. Ya. Pencegahan itu yang membuatku gundah. Sejak mereka mengatakan tidak padaku, disitulah aku mulai merasa tertekan. Aku merasa apa yang menjadi pilihanku serba salah. Aku mulai bertindak bodoh dimanapun, hingga suatu saat nilai ujianku turun. Aku kecewa sekali, namun nilai itu tak bisa diubah. Saat itu aku sedang berusaha untuk menjalani proses adaptasi terhadap kegiatan yang kulakukan, sehingga kejadian ini keujadikan sebagai cambuk . Kupikir mereka akan menyemangatiku tanpa membahas kata tidak mereka padaku. Namun, apa yang kutakutkan malah terjadi. Di malam Minggu yang seharusnya menjadi waktu untuk bersenang-senang, menjadi malam suram tanpa harapan. Mereka semua terus menyalahkanku, menyalahkan apa yang menjadi pilihanku. Walau mereka mengatakan itu adalah sebuah saran ataupun nasehat, tapi menurutku itu adalah sebuah kutukan. Aku mengerti mengapa mereka melakukan itu padaku. Tapi mengapa pada waktu yang tidak tepat. Itu yang kusesalkan. Ini kedua kalinya aku merasa kecewa setelah dulu mereka berkata tidak untuk cita-citaku, yang semata-mata kubuat sebagai penyemangat belajar di umurku yang masih anak-anak. 
Semua itu butuh proses. Aku terlanjur memiliki tanggung jawab kepada banyak orang, sedangkan mereka dengan mudahnya berkata tidak. Aku selalu mengisi waktuku untuk memikirkan hal ini dan semakin lama aku mulai paham dan mengerti. Aku sudah mulai membuat rencana yang bisa kulakukan agar tak ada pihak yang tersakiti. Namun, apa yang bisa kulakukan dengan keadaan seperti ini? Bahkan, sebuah pohon yang besar dan kokoh dapat mati hanya karena ritual umpatan dari suku yang kecil.

No comments:

Post a Comment